Portalikn.id, Samarinda – Anggota Komisi I DPRD Provinsi Kalimantan Timur, Didik Agung Eko Wahono, menyoroti keterbatasan kewenangan pemerintah daerah dalam menangani persoalan sengketa lahan dan perizinan usaha, khususnya di sektor pertambangan dan kehutanan. Menurutnya, permasalahan ini berakar dari regulasi yang lebih memusatkan kewenangan kepada pemerintah pusat.
“Beragam aduan masyarakat terus bermunculan terkait konflik tanah dan tumpang tindih lahan antara warga dengan perusahaan. Ini bukan karena lemahnya pengawasan dari pemerintah daerah, tapi karena keterbatasan kewenangan yang diatur dalam undang-undang. Mayoritas urusan perizinan dan pengawasan kini ditangani langsung oleh pemerintah pusat,” ujar Didik. (2/6/2025)
Politisi dari Fraksi PDI Perjuangan ini menjelaskan, sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, kewenangan daerah dalam hal perizinan, khususnya di sektor pertambangan dan kehutanan, banyak yang ditarik ke pusat. Hal ini membuat pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota hanya memiliki peran terbatas.
“Kalau sesuai pembidangan kami di Komisi I, dan dari Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang berkali-kali kami gelar, persoalan lahan bukan semata tanggung jawab daerah. Setelah UU No. 23/2014 diterapkan, daerah hanya berperan sebagai pengawas dan pelapor. Kami tidak bisa langsung mengambil tindakan,” tegasnya.
Didik menambahkan, konflik pertanahan yang terjadi di Kalimantan Timur sebagian besar berkaitan dengan aktivitas perusahaan tambang maupun perusahaan besar lainnya, seperti perkebunan sawit, yang mengantongi izin langsung dari pemerintah pusat. Persoalan ini pun disebutnya bukan hal baru.
“Masalah tanah selalu berkutat di situ-situ saja. Tumpang tindih antara masyarakat dan perusahaan tambang, atau perusahaan besar lain seperti sawit. Ini sudah berlangsung lama,” katanya.
Oleh karena itu, Didik mendorong adanya revisi undang-undang yang memberi ruang lebih besar bagi pemerintah daerah untuk ikut menyelesaikan persoalan yang berkaitan dengan lahan dan perizinan di daerah.
“Kalau kewenangan ini bisa diberikan kembali ke daerah, insyaallah persoalan seperti ini bisa lebih cepat diselesaikan. Karena kami yang ada di daerah, yang langsung bersentuhan dengan masyarakat,” tutupnya. (Adv).